Menemukan Kebahagiaan

Menemukan Kebahagiaan

Oleh: Dr. H. Muhammad Nasir, S.Ag. MH., Kakan Kemenag Anambas

Banyak orang dalam kehidupan ini yang ingin selalu hidup bahagia dan banyak pula yang tidak yakin kapan kebahagiaan itu terwujud. Ia membayangkan kekayaan, rumah mewah, memiliki jabatan dan banyak harta adalah orang bahagia. Lalu apa alasannya mereka untuk memilikinya? Kadang tak jelas.

Namun ia yakin bahwa hidupnya akan tenteram, sukses, dan tenang jika mendapatkannya. Ia juga yakin bahwa apa yang diterimanya dapat membawanya menuju impian seumur hidupnya, padahal semua itu hanyalah ilusi kebahagiaan semata.

Keyakinannya semakin bertambah ketika zaman dimana ia hidup selalu mengedepankan kemewahan harta dan jabatan, persis seperti saat sekarang. Di zaman sekarang ini banyak orang beranggapan bahagia itu terletak pada kekayaan, popularitas, jabatan dan status sosial. Dengan banyaknya harta yang ia miliki, ia merasa semakin dihormati. Dengan jabatan yang ia pegang ia merasa orang lain semakin segan kepadanya.

Mereka mengira telah mendapatkan kebahagiaan yang ia dambakan. Padahal sekali lagi, anggapan tersebut hanyalah hayalan belaka.

Nah, akhir-akhir ini banyak kalangan psikolog melakukan penelitian mengenai tingkat kebahagiaan seseorang, masyarakat maupun bangsa. Mereka berangkat dari pernyataan bahwa benarkah tingkat kekayaan materi, jabatan dan popularitas seseorang serta merta mendatangkan kebahagiaan. Faktor apa sajakah seseorang lebih bahagia?

Richard Wiseman (2009), dalam bukunya 59 Seconds, Think A Little, Change A Lot menceritakan hasil penelitiannya; Suatu ketika karyawan sebuah perusahaan memperoleh bonus uang. Beberapa bulan kemudian, mereka disurvei, untuk mengukur seberapa besar dampak bonus uang tadi terhadap emosi rasa bahagianya. Secara umum mereka terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok membelanjakan uangnya untuk membeli barang, kelompok yang lain untuk membeli pengalaman hidup, semisal rekriasi mengunjungi daerah wisata atau tempat lain yang baru.

Masing-masing dibagi pertanyaan untuk menjawab tingkat kesenangan dengan bonusnya tadi. Hasilnya ternyata, mereka yang membeli pengalaman baru seperti berwisata kesan kebahagiaannya lebih tinggi dan lebih lama. Sementara yang membeli barang, kebahagiaannya berlangsung sebentar. Terlebih lagi ketika melihat barang sejenis, produk mutaakhir, maka kebahagiaan kian menurun.

Kepuasan hidup merupakan penilaian subjektif terhadap kualitas hidup. Secara umum indikator kesejahteraan subjektif dianggap sama artinya dengan kebahagiaan yaitu mengacu pada bagaimana orang merasa bahagia dalam hidup mereka. Topik kepuasan hidup dan kebahagiaan saat ini menarik banyak perhatian dari para peneliti dalam ilmu sosial, psikologi, filsafat, dan ekonomi.

Sebagian besar peneliti menggunakan kata kebahagiaan dengan hati-hati untuk menyampaikan makna khususnya: bahagia bukan hanya tentang keceriaan; itu adalah perasaan khusus yang berharga dan sangat diinginkan, tetapi sulit dicapai. Sebagian besar penelitian hingga saat ini berfokus pada penetapan metode objektif untuk menganalisis kualitas hidup dan kesejahteraan, dengan mengandalkan aspek geografis dan sosial ekonomi yang terkait dengan kualitas hidup, kesejahteraan, dan kebahagiaan, dengan penekanan khusus pada dampak ketimpangan sosial dan spasial serta keadilan sosial.

Pendapat tersebut menganalisis bahagia dari asfek ekonomis. Tetapi bahagia tidak serta merta disebabkan oleh idealitas kondisi ekonomis tetapi bahagia sangat dipengaruhi oleh asfek psikologis. Disamping asfek diatas para ahli sependapat bahwa bahagia sangat ditentukan oleh banyak asfek diantaranya pola fikir seseorang.

Banyak orang modern yang menghayati kehidupan dengan cara yang salah. Dia selalu memutuskan kesimpulan dalam hidup dengan berpikir negatif sehingga kesimpulan yang terjadi melahirkan kegelisahan karena berangkat dari sesuatu yang salah. Tetapi jika seseorang memulai dengan berpikir positif maka dapat dipastikan kesimpulan yang diperolehnya juga positif.

Inilah diantara sumber kebahagiaan yang sebenarnya. Sebab itu Islam selalu mendorong umatnya untuk selalu berpikir positif dalam bahasa agama disebut dengan husnudzon. Husnudzon adalah energi positif yang melahirkan kebahagiaan dalam seseorang.

Jika seseorang berhasil menjadi peribadi yang selalu berpikir positif, maka ia akan menjadi peribadi yang senantiasa menebarkan energi positif (husnudzon) untuk diri dan lingkungannya. Apabila seseorang selalu merawat dan mengembangkan energi positifnya akan berdampak dalam cara dia menghadapi musibah ataupun ujian hidup. Meskipun mengalami ujian yang berat sekalipun, dia tetap memiliki keyakinan bahwa dia akan meraih kebahagiaan. Dia yakin dengan ayat Allah SWT, “innamal ‘usriyusra” dibalik kesusahan itu ada kesenangan atau kebahagiaan. Dia juga selalu berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan (bersyukur) dalam setiap aktifitasnya dalam memaknai kehidupan.

Sehingga ia lebih kuat, tegar dan fokus dalam menghadapi kondisi sesulit apapun dengan menciptakan energi positif, suasana yang damai, sejahtera serta menyenangkan.

Dalam hidup ini, orang-orang yang sukses adalah mereka yang memiliki tujuan besar dan merencanakan strategi dengan baik. Mereka mendapatkan hasil dengan energi positif yang mereka pancarkan dari pemikiran dan rasa percaya diri yang positif pula. Visi kehidupan menjadi tolok ukur dalam segala tindakannya. Nilai hidupnya disandarkan kepada ketentuan Tuhannya sehingga segala aktivitasnya selalu terjaga dari kesalahan. Kesadarannya tidak pernah pudar sehingga pengetahuan dan keyakinannya semakin kuat dan mendalam.

Mereka yakin bahwa perbuatan, ilmu, jabatan dan bahkan denyut hatinya kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT, sehingga seluruh tantangan dan masalah yang dihadapi selalu ada jalan solusinya.

 

Jika kita renungkan, sepanjang hari kita selalu berhadapan dengan tantangan dan masalah. Seakan akan kita dilahirkan dalam rimba masalah yang setiap hari silih berganti. Mulai dari masalah peribadi, keluarga, kerja di kantor dan dimasyarakat, kita selalu dihimpit oleh tumpukan masalah yang menggunung. Maka tanpa berpikir positif tidak ada jaminan masalah itu dapat selesai dengan baik dan menyenangkan. Melalui berpikir positif terbuka jalan konkrit untuk melakukan aksi dan strategi. Pada akhirnya masalah dapat terurai dan terbuka jalan penyelesainnya.

Kita semua yakin bahwa dalam setiap penderitaan (masalah) yang kita temui, bahkan terkadang harus berakhir dengan linangan air mata, bahwa pasti dibalik semua itu terdapat jalan menuju kebahagiaan. Hanya orang yang berpikir positiflah berani mengemukakan bahwa kebahagiaan itu adalah realisasi progresif sebuah impian yang berharga, begitu kata Dexter Yager (2009).

Dalam pendapat lain Promod Batra, menyarankan, jadikanlah berpikir positif, proaktif, dan inovatif sebagai jalan meraih kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Begitulah bahagia dalam pandangan psikologis.

Dalam pandangan teologis bahagia di dapatkan melalui usaha spiritual dengan pengabdian tulus kepada Allah swt. Artinya kebahagiaan hidup hanya akan diperoleh jikalau seseorang mengenal Allah SWT yang menciptakan dan taat kepada-Nya. Bahkan tidak hanya mengenal tetapi juga senantiasa dekat dengan selalu mengingat (zikir) kepada-Nya.

Mengingat Allah yang paling indah adalah waktu sholat malam. Betapa indahnya saat berbincang dengan Allah SWT dalam heningnya malam sehingga dapat meneteskan air mata, terharu dalam hati sa’at tunduk sujud menyembah-Nya.

Sebab itu jika kita sholat malam langitkanlah do’a sebagai berikut; “Wahai Allah, yang mengabulkan segala do’a (al-mujibu), Engkaulah sumber kebahagiaan bagi setiap makhluk-Mu, nama-Mu adalah sumber kebahagiaan bagi setiap hati hamba-Mu. Jadikanlah aku dapat mengenal diri-Mu, Agar aku mengerti kebahagiaan dalam hidupku, Karuniakanlah kepadaku teman sejati yang bersabar pada dunia-Mu, Agar aku mengerti arti kebahagiaan dalam hidupku, Titipkanlah kepadaku anak-anak yang menyejukkan dalam hidupku.

Agar aku mengerti kebahagiaan, sembuhkanlah setelah engkau sakitkan badanku, Agar aku mengerti arti kebahagiaan, Cukupkanlah rezkiku dan tanamkan zuhud dalam hatiku, Agar aku mengerti arti kebahagiaan, Buatlah tidurku aman karena dekat dapurku dengan tetanggaku, Agar aku mengerti arti kebahagiaan, Berilah aku setetes dari lautan ilmu-Mu, Agar aku mengerti arti kebahagiaan, Jadikanlah ilmuku bermanfaat bagi orang lain.

Ya Rabb, Allah Yang Maha kekal (al-Baqiy), Engkaulah sebaik-baik sohabat bagi teman perjalananku, Engkaulan sebaik-baik kekasih bagi kesepianku, Engkaulan sebaikbaik pelindung bagi lelapku, Engkaulah sebaik-baik pengetahuan bagi kebodohanku, Engkaulah sebaik-baik penolong bagi kesulitanku, Engkaulah sebaik-baik hakim dalam setiap urusanku, dan Engkaulan sebaik-baik sumber kebahagiaan bagi kerinduanku.

Doa diatas adalah dialog terindah dalam sholat kita. Ia akan melahirkan rasa yakin bahwa Allah itu sangat dekat. Disini iman semakin kuat terhunjam dalam qalbu. Iman yang kuat menjadi pondasi kebahagiaan. Sebab itu iman bukan hanya sekedar ucapan dan pengakuan bahwa Allah swt adalah Tuhan semesta alam. Lebih dari itu, iman wajib diwujudkan dalam tindakan.

Iman adalah tindakan khusus seorang hamba yang selalu mendambakan Dia Yang Maha Agung. Tenang saat menyebut nama-Nya, tunduk malu kepada-Nya, nurani bergetar tatkala mengingat-Nya dan ma’rifat dengan-Nya.

Dalam hadits Rasulullah SAW, menjelaskan ; Orang yang bahagia itu adalah orang yang takut siksaan Allah saw, kemudian ia beriman, yang mengharapkan pahala dari Allah SWT kemudian dia berbuat baik dan merindukan surga serta dia bekerja keras untuk mencapai surga itu. Jadi orang bahagia itu adalah orang yang memilih sesuatu yang nikmatnya kekal dan meninggalkan sesuatu yang nikmatnya cepat binasa tetapi azabnya terus mengalir. Orang yang demikian disebut dengan sa’ide yaitu orang yang berbahagia, yang memilih nikmat yang abadi diatas kenikmatan yang fana.

Terdapat perbedaan antara kebahagiaan dan kesenangan. Orang bahagia pasti senang tetapi tidak semua yang senang pasti bahagia. Apa yang membedakan kebahagiaan dan kesenangan.

Kesenangan menurut Norman E.Rosenthal dalam The Emotional Revolution, adalah pengalaman sekilas, yang berkaitan dengan ganjaran tertentu. Sementara kebahagiaan adalah keadaan yang berlangsung lebih lama, yang berhubungan dengan penilaian pada kehidupan secara keseluruhan. Orang bahagia mengalami kesenangan dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam pada itu, kesenangan tidak membawa kepada kebahagiaan bila tidak sejalan dengan atau bertentangan dengan tujuan seseorang (J.Rahmat;2004).

Islam selalu mengajak kita untuk selalu bahagia. Hal ini ditunjukan dalam syari’at adzan setiap waktu dalam sholat. Dalam seruan adzan ”hayya ‘alalfalah” , marilah menuju kebahagiaan adalah ajakan kepada umat islam untuk setiap sa’at meraih kebahagiaan. Dalam al-Quran, kata kebahagiaan disebut dengan berbagai macam umpamanya; aflaha, yuflihu, tuflihu, dan lainnya selalu didahulukan dengan kata “la’allakum tuflihun”, agar supaya kamu bahagia.

Dalam ayat tentang kebahagiaan Allah swt menginginkan bahwa semua perintah Allah bertujuan agar hidup manusia bahagia. Beberapa ayat dapat kita sebutkan yang menghendaki kita mencapai kebahagiaan adalah; 1) Bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu berbahagia ( QS.2;189).

2) Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan riba yang berlipat-lipat dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu berbahagia (Qs.3;130).

 

3) Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah, saling menyabarkan dan perkuat persatuanmu, supaya kamu berbahagia(Qs.3;200).

4) Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjuanglah di jalan Allah supaya kamu berbahagia(QS.5;39).

5) Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, perjudian, undian dan tarohan itu kotoran dari pekerjaan saitan, maka jauhilah supaya kamu berbahagia( QS.5;90).

6) Katakanlah tidak sama keburukan dan kebaikan, walaupun banyaknya keburukan memesona kamu, bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu berbahagia(QS.5;100).

7) Kenanglah anugerah-anugerah Allah supaya kamu berbahagia(QS.7;69).

8) Wahai orang-orang yang beriman jika kamu berjumpa dengan sekelompok musuhmu, teguhkan hatimu dan berzikirlah kamu kepada Allah yang banyak supaya kamu berbahagia(QS.8;45).

9) Wahai orang-orang beriman, rukuklah dan sujudlah kepada Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan supaya kamu berbahagia(QS.22;73).

10) Apabila selesai sholat, menyebarlah di muka bumi, cari anugerah Allah dan ingatlah Allah yang banyak supaya kamu berbahagia(QS.62;10).

Firman Allah diatas, tidak hanya menunjukkan bahwa tujuan akhir dari perintah Tuhan adalah supaya kamu berbahagia, tetapi juga rincian perbuatan yang bisa membawa kita kepada kebahagiaan.

Kemudian dalam Hadits yang lain Rasulullah saw, menjelaskan bahwa ciri orang bahagia itu adalah apabila ia memiliki istri atau suami yang salehah atau salehah, anak yang berbakti, teman-temannya orang-orang yang baik, dan mata pencahariannya berada dalam negaranya sendiri.” (HR Dailami).

Dengan demikian, bahagia yang senantiasa kita kejar dan dambakan merupakan anugerah Allah dalam bentuk perasaan jiwa yang lapang. Setiap orang memilikinya sesuai dengan kadar pemberian-Nya. Perasaan itu hadir dalam diri manusia akibat pengaruh yang bersifat biologis dan psikologis menyatu dalam satu rasa karena syukur dan ketulusan hati dalam taat kepada Allah SWT. sebab itu kejarlah, dan raihlah semoga kita menemukannya. *

#Umum
SHARE :
Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin

LINK TERKAIT