Bercermin Kepada An-namlah

Bercermin Kepada An-namlah

Oleh: Dr. H. Muhammad Nasir. S.Ag., M.H., Kakan Kemenag Anambas

Baru-baru ini, kita menyaksikan gejolak kericuhan yang terjadi pada Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke-10 di Ancol Jakarta. Beberapa pihak menyayangkan peristiwa tersebut. Ada yang menilai menodai lambang ka’bah sebagai simbol partai dan ada pula yang menganggap bahwa masa depan umat Islam akan bergantung pada partai-partai kelompok sekuler begitu komentar netizen di kolom komentar.

Kericuhan dan kekacauan atau situasi sejenis dapat terjadi dimana saja, bukan hanya pada forum-forum resmi seperti Muktamar tetapi juga bisa terjadi di tempat-tempat kumpulan banyak orang seperti di pasar, stadion dan sebagainya. Namun jika kericuhan itu terjadi di pasar mungkin orang beranggapan itu biasa, karena di pasar adalah tempat kerumunan banyak orang yang memiliki latarbelakang pendidikan yang berbeda.Tetapi karena kericuhan itu terjadi di forum resmi, yang hadir di situ adalah orang-orang terhormat, terpilih sebagai yang terbaik dari warga masyarakat maka wajar banyak tanggapan negatif terhadap partai tersebut, walaupun tidak semua orang yang berbuat kericuhan tersebut.

Pada dasarnya kericuhan terjadi adalah akibat tidak bisa menahan diri sebagian dari anggota partai. walaupun mereka tahu bahwa partai politik adalah wadah atau tempat terjadinya perbedaan pendapat, walaupun perbedaan itu bertentangan dengan pendapat yang lain. Partai adalah tempat terjadinya banyak perbedaan, karena disanalah pendidikan demokrasi lahir dan berkembang. Jika tak ada perbedaan maka wadah itu bukan disebut partai.

Dalam tubuh partai perbedaan pendapat, berselisih faham dan saling memperkuat pendapat dalam diskusi itu hal yang biasa. Oleh sebab itu jika terjadi perbedaan pendapat maka diselesaikan dengan cara mupakat bukan dengan saling menghujat dan saling merendahkan martabat. Yang paling miris di dalam partai itu tempat berkumpul para elit yang boleh dikatakan sebagai opinion leader, para intelektual, tokoh-tokoh masyarakat yang terseleksi dalam sistem pemilihan anggota. Tetapi di luar dugaan yang kita saksikan bukan sikap saling menghargai tetapi saling melempar kursi dan aksi saling mendorong satu sama lain.

Mencermati para elit dalam Muktamar diatas menimbulkan banyak anggapan dalam masyarakat. Ada yang beranggapan bahwa perasaan emosi anggota tidak terkendali sehingga menimbulkan perasaan subyektif yang tidak menyenangkan. Hal ini terbukti dari situasi yang kacau dan tidak terkendali seakan nilai ke-Bhinnekaan hilang di tengah kerumunan mereka. Padahal kita maklum bahwa motto Bhinneka Tunggal Ika merupakan pemersatu bangsa yang tak melihat perbedaan orang, kelompok ataupun partai. Walaupun berbeda-beda namun tetap satu. Pendek kata kericuhan telah melahirkan kohesi sosial partai rapuh, ikatan kebangsaan kendor, bahkan bisa putus. Nah dari peristiwa tersebut terdapat pelajaran yang berharga jika kita analogikan dengan sekumpulan semut alias an-namlah.

Kita kenal semut adalah makhluk Allah SWT yang selalu hidup berkelompok. Mereka selalu kompak untuk bekerja sama dalam segala urusan, baik urusan makan sampai urusan betina dan jantan. Begitu kehidupan semut sehingga menjadi obyek penelitian ilmiah dalam ilmu pengetahuan.

Pertama: Semut dalam kajian ilmiah.

Holldobler seorang peneliti di Harvard University Press, pernah mengadakan percobaan dengan semut dimana ia mengambil seekor semut lalu diletakkan dalam tempat yang berisi makanan. Kemudian semut lain diletakkan dalam tempat yang berisi semut-semut musuh. Kemudian kelakuan kedua semut ini diamati terutama ketika bertemu dengan semut lain dalam perjalanannya. Dari penyelidikan itu, Schneirla menyimpulkan bahwa zat kimia yang dikeluarkan dari makanan ataupun dari musuh semut akan melekat pada semut itu. Ketika bertemu dengan semut lain, semut ini akan saling menyapa (bersentuhan). Maka, dengan saling menyapa inilah zat kimia dari semut tersebut akan memberi tahu rekannya (melalui antena di kepala semut) apakah di lingkungan sekitarnya ada makanan atau ada musuh (Bert Holldobler, 1990).

Dari penelitian ini ditemukan bahwa semut memiliki karakter suka berdialog, menyapa saudara sebangsa. Mereka saling membagi informasi untuk keutuhan hidup bersama. Dimana ada bahan makanan mereka secara bersama-sama menikmatinya dengan membagi secara adil dan merata. Semut termasuk ke dalam Ordo Himenoptera, yaitu serangga yang memiliki sayap selaput. Namun tidak semua semut memiliki sayap. Semut yang memiliki sayap adalah semut Jantan dan semut ratu. Sedangkan semut yang tidak memiliki sayap adalah semut pekerja dan semut prajurit. Terdapat sekitar 12.500 spesies semut yang telah ditemukan oleh manusia.

Tidak ada satupun ciptaan Allah SWT yang sia-sia. Mulai dari makhluk yang terkecil sampai makhluk terbesar yang hidup di bumi memiliki manfaat bagi manusia. Dalam bahasa agama bahwa seluruh ciptaan Allah adalah ayat yang wajib dipelajari oleh manusia. Penciptaan alam dan segala isinya merupakan anugerah yang berfungsi sebagai pelajaran bagi manusia untuk lebih mengenal Allah SWT. Membaca ayat jagat penciptaan ini berarti kita membaca kekuasaan Allah untuk menuju Dia yang Maha Pencipta. Semut, walaupun kecil dimata manusia besar hikmahnya jika kita dalami lebih dalam.

Dalam sejarah pe-wahyuannya dalam AlQur’an, Surah An-Naml merupakan salah satu dari surah kategori al-Makkiyah yaitu surah yang diturunkan di Makkah. Surah ini berbicara tentang ketuhanan, kebenaran wahyu, kebangkitan hari penghakiman dan ayat-ayat kauniya (alam) yang menggambarkan keagungan ciptaan, keagungan niat baik dan keagungan pengetahuan tentang tuhan. Semut diabadikan oleh Allah dalam surah An-Naml ayat 18; “hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: “hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” Surah An-Naml berasal dari nama hewan yaitu semut. Surah ini diabadikan dengan nama An-Naml karena di dalam surah ini banyak berceritakan tentang kehidupan semut, seperti kesediaan berkorban bagi sesama dan tidak adanya diskriminatif.

Semut juga termasuk serangga istimewa dalam AlQur’an. Dalam kehidupannya, semut selalu patuh dan tunduk kepada Allah atas jalan yang Allah berikan kepadanya. Sebagaimana yang telah tertulis pada surah An-Naml ayat 18 diatas, Allah menyatakan bahwa apabila telah sampai di lembah semut seekor semut akan berkata kepada semut-semut lain. Disini dapat dipetik pelajaran bahwa semut melakukan komunikasi dengan semut lainnya. Mereka ternyata melakukan kerjasama dalam membangun sarang, mebersihkan sarang, menjaga semut-semut baru, mempertahankan sarang dan mencari makanan. Untuk membuktikan komunikasi tersebut, Robert Hickling dan Ricard L (2022) melakukan penelitian dan membuktikan bahwasanya semut lebih dari kita dalam komunikasi akustik. Mereka menggunakan antenna dalam menerima dan mengirim getarannya. Begitulah semut selalu berkomunikasi dalam kelompoknya.

Kedua: Semut dalam analogi politik

Jika kita mau belajar dari tatacara kehidupan semut, ternyata alangkah inidahnya kehidupan mereka. Semut hidup berkelompok dalam perbedaan. Sebagaimana sejatinya politik itu indah jika terbangun secara harmonis tanpa rasa dan pikiran subyektif dari anggota kelompok. Semut termasuk hewan memiliki kemuliyaan karena memiliki sisi indah yang menjadi pelajaran bagi manusia. Begitu juga dengan politik. Ia memiliki nuansa yang indah dan menarik jika dilalui dengan bijaksana dan penuh kedamaian.

Sebagai sebuah ilmu, politik mempelajari bagaimana mengatur pemerintahan dan membagi kekuasaan dalam sebuah negara demi mensejahterakan rakyat berdasarkan prinsip kebaikan dan keadilan untuk semua. Partai politik menjadi wadah untuk melahirkan para pemimpin yang dapat mengayomi kebutuhan dan kepentingan rakyat. Ketika terjadi kesenjangan antara teori dan praktik maka politik menjadi beban bagi rakyat dan bahkan selalu menyakitkan hati rakyat. Maka yang sering terjadi bukan politik untuk kensejateraan rakyat berdasarkan keadilan , melainkan berebut kekuasaan antar sesama elit penguasa.

Jika demikian yang terjadi, maka politik selalu heboh, ribut, bertengkar dan mengundang kecurigaan. Disini kekuasaan politik mesti di kontrol dan dibatasi. Dalam berpolitik terdapat jargon populer, tak ada lawan dan teman abadi, semuanya ditentukan oleh agenda kepentingan. Jadi kalau dalam dunia politik tak ada kata damai, musyawarah, koalisi, rekonsiliasi, dan saling mema’afkan yang sejati. Namun karena bangsa Indonesia memiliki acuan nilai yang dijadikan panduan sebagaimana dalam Pancasila dan ajaran agama sejatinya tidak terjadi aksi yang merendahkan reputasi.

Berbeda dengan dunia semut. Mereka hidup bersama dalam prinsip saling menghargai dan saling berteman dengan akrab, saling membantu sama lain dan jauh dari pertengkaran. Prinsip ini mengingatkan partai politik bahwa prinsip demokrasi harus menjadi tolok ukur dan dijadikan budaya politik partai. Memang selama ini demokrasi dianggap sebagai sistem dan mekanisme terbaik untuk menjalankan roda politik. Tetapi bukan berarti demokrasi tidak memiliki kelemahan dan cacat bawaan, sebab sangat tergantung siapa yang menjalankan demokrasi tersebut.

Ketiga: Semut dalam hikmah kehidupan

Kita mengenal kehidupan semut dalam kisah nabi Sulaiman AS. Hal ini diabadikan AlQur'an dalam surat An-Naml ayat 18; sebagaimana yang kita kutip diatas. Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa setelah semut-semut itu mendapatkan peringatan, apakah mereka berkata,”kamu menginginkan kekuasaan, kamu menginginkan kedudukan yang tinggi, kamu mencari popularitas?” Tidak! Mereka tidak mengatakan demikian! Semut-semut mengamini peringatan pimpinan mereka seraya masuk kedalam sarang-sarang mereka. Sehingga mereka selamat dari mara bahaya, karena menyetujui pimpinannya. Dari cuplikan diatas mengambarkan betapa semut memiliki prinsip kebersamaan dan sosialitas yang tinggi. Secara rasional mereka termasuk makhluk yang suka saling menolong dan jauh dari sifat egois.

Hal ini mengajarkan kita, sebagai individu ataupun kelompok tentang pentingnya rasa tanggung jawab sosial yang kuat. Ayat di atas secara halus mengajarkan kita untuk menghindari tindakan yang mementingkan diri sendiri. Islam dengan tegas dan jelas mengakui dan menekankan peran penting persahabatan dalam kehidupan bermasyarakat dengan mengutamakan sikap egaliter daripada individualisme bagi setiap individu atau kelompok.

Semut adalah hewan yang hidup dengan berkoloni yang egaliter, mereka hidup bersama-sama atau berkelompok. Bahkan dalam satu koloni jumlahnya dapat mencapai ratusan ribu. Mereka dapat membagi tugas yang merata pada koloninya. Dalam mencari makanan, semut memikul beban yang lebih berat dari badannya. Ketika semut merasa keberatan untuk membawa makanan dengan mulutnya, maka ia akan mendorong makanan tersebut. Di sini dapat dipetik hikmah bahwa dalam menghadapi masalah tidak hanya satu solusi. Ketika Allah menutup satu jalan, Allah pasti akan membukakan jalan lainnya. Tugas kita sebagai manusia adalah mencari jalan tersebut.

Dalam kehidupannya, semut juga menganal sitem pembagian kelompok atau kasta seperti, yaitu: 1). Ratu Semut. Ratu memiliki bentuk tubuh paling besar dibandingkan dengan anggota koloni lainnya. Dalam sebuah koloni, biasanya terdapat lebih dari satu ratu. Ratu bertugas memproduksi dan menetaskan telur-telur. 2). Semut Jantan. Semut jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan ratu semut. Semut jantan bertugas mengawini ratu semut. 3). Semut pekerja. Ciri-ciri semut pekerja sangatlah mudah untuk dikenali. Mereka tidak memiliki sayap.

Semut pekerja memiliki rahang yang kuat dan kelenjar yang dapat menghasilkan asam forminat. Alat-alat yang dimiliki semut pekerja ini adalah untuk melawan musuh dan melindungi koloninya dari ancaman luar. Semut pekerja memiliki peran paling besar dalam berjalannya kehidupan dalam suatu koloni. Tugas-tugasnya adalah melawan musuh, mencari makanan, membangun suatu sarang, merawat dan memberi makan semut ratu dan larva semut dan memelihara serta membersihkan sarang. Tugas tersebut dilakukan semut pekerja berdasarkan kelompok-kelompok yang telah mereka bagi.

4). Semut Prajurit. Semut prajurit sebenarnya merupakan bagian dari semut pekerja. Namun mereka memiliki ukuran tubuh yang lebih besar. Tugas semut prajurit adalah melindungi sarang. Mereka juga membantu semut-semut berukuran tubuh kecil dalam mengangkat makanan (Nashir bin Sulaiman al-Umar; 2007). Melalui sistem kasta yang dilakukan oleh semut dapat kita ambil pelajaran bahwa setiap makhluk Allah memiliki kemampuan sendiri-sendiri.

Allah telah memberi kita tugas yang sesuai dengan porsi kita. Tidak mungkin Allah memberikan tugas kepada hambanya di luar kemampuannya. Tugas kita adalah menjalaninya dengan Ikhlas. Melalui semut prajurit kita dapat belajar bahwa kita harus saling membantu satu sama lain. Menjaga keutuhan kelompok dengan menjaga reputasi partai organisasi dengan baik.

Kita tidak ingin, partai politik yang berlambang ka’bah itu berakhir dengan kelabu. Kita mengharapkan dapat membuka diri dari berbagai kritik konstruktif yang dikemukakan orang-orang bijak, sehingga tidak terjadi pembusukan dari dalam yang ujungnya tenggelam. Lebih dari itu, pemerintahpun harus bijak dalam menghadapi tantangan yang menghadang. Jangan menyakiti hati rakyat, sebab jika rasa sakit berubah menjadi kemarahan, terlebih kemarahan yang terorganisir (organized anger), maka kehidupan berpolitik dan berbangsa bisa menjadi panas dan berantakan.

Oleh karena itu, sangatlah wajar jika kita mengambil pelajaran dari kehidupan semut, meskipun mereka hanyalah makhluk kecil di planet kita. Mereka menyimpan kebijaksanaan agung dan ajaran penting bagi kelangsungan organisasi. Jika kelompok politik kita dapat mengambil pelajaran dari keberadaan semut, niscaya kita akan menyadari bahwa kericuhan dan gejolak emosi akan menambah rapuhnya persatuan dan kesatuan. Idealnya, kita dapat merenungkan bahwa perilaku egois dapat mengganggu keharmonisan dalam organisasi.**

#Umum
SHARE :
Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin

LINK TERKAIT